Sejarah Marga Sitopu di Simalungun



Bagi daerah Simalungun, sebagaimana juga daerah batak lainya, jika di tinjau dari segi penentuan kekeluargaan maupun turunan dengan batas batas lingkungan pergaulan perkerabatan hanya meliputi satu pihak keturunan saja, yaitu dari pihak laki laki ( Ayah / Patrilinear ) yang disebut MARGA.

Jadi dengan demikian Marga menjadi alat penghubung diantara semua susunan perkerabatan. Marga ini kadang kadang disebut kelompok sebagaimana suku suku batak lainnya.

Di Simalungun terdapat beberapa Marga diantara marga-marga Batak. Berdasarkan sejarah Marga marga tersebut di temukan 4 Marga pokok yang mempunyai cabang marga sebagai berikut :

Marga Purba dengan cabangnya
Marga Saragih dengan cabangnya
Marga Damanik dengan cabangnya
Marga Sinaga dengan cabangnya
Marga Sitopu yang ada di Simalungun jumlahnya sedikit, ini banyak di karenakan berbagai alasan mengaku dirinya dari cabang marga yang ada di Simalungun seperti yang tertulis diatas. Seperti dari marga Sinaga maka sering kita dengar marga Sinaga Sitopu, dan banyak kita temukan sekarang yang pada awalnya orangtua Marga Sitopu terlanjur membuat marga Sinaga di Surat pemerintahan dan administrasi lainnya sehingga populasi marga Sitopu ini Banyak yang hilang secara Marga ( Garis keturunan ) sementara jika orang / marga sinaga tersebut kita tanyakan darimana asal usul marganya kenapa bisa menjadi marga Sinaga dia sendiri tidak mengerti.

Jika di telusuri di dalam tarombo Marga Sinaga tidak ada dijumpai hubungan darah dengan marga Sitopu. Yang ada adalah Marga Sitopu yang Beristrikan Br. Sinaga ( Op. Ombun Beristrikan Br Sinaga dan Br Saragih Garingging ) Opung ini adalah keturunan Naibaho Sidauruk.

Penuturan dari Op. Alm Moraigen Sitopu yang lahir di Huta Manak Raya-Simalungun dan pindah ke Sidikalang pada tahun 1926 dimana Marga SITOPU termasuk marga tua di Simalungun, dimana hampir setua marga Saragih Garingging di Simalungun.

Menurut penuturan Op.tersebut Leluhur Sitopu adalah berasal dari Huta Pangururan – Pulau Samosir, yang pindah kesimalungun yang di sebabkan adanya masalah internal di tanah kelahiran tepatnya di Pangururan. Masalah internal tersebut adalah dimana anak perempuan dari Marga Naibaho ( Boru ) yaitu Naibaho siahaan, (Naibaho Siahaan di dalam tarombo adalah Bapatua nya Leluhur Marga Sitopu) yang menikah dengan suaminya yang bermarga Sinaga.

Dalam hal Ini Boru Naibaho Siahaan membunuh suaminya Bermarga Sinaga. Sehingga keluarga Marga Sinaga menuntut Marga Naibaho Siahaan supaya menghukum borunya dengan hukuman yang setimpal dengan Kematian. ( Hukuman Mati ).

Kemudian dari pada penatua adat yang ada di kampung tersebut mengambil kesimpulan bahwa Boru naibaho Siahaan tersebut harus di tenggelamkan ke Dananau Toba hingga meninggal.

Dalam penyelesaian hukum adat saat itu, leluhur Sitopu ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) anak ketiga dari Naibaho sidauruk yang notabene beristrikan Boru Sinaga merasa ada ketidak cocokan pada keputusan penatua adat yang ada di kampung tersebut. Marga sitopu ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) ini juga tidak sepaham dengan Bapatuanya beserta anaknya. ( Dalam buku yang kami baca tidak dituliskan apakah hukuman terhadap Boru Naibaho Siahaan Dijalankan hukuman ditenggelamkan ke Danau Toba ).

Seiring dengan berjalannya waktu dan akibat ketidaksepahaman dengan keputusan para penatua adat, marga Sitopu ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) beserta keluarga tidak nyaman lagi untuk tingal di Kampung tersebut. Maka Sitopu ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) beserta keluarga naik perahu menyeberangi Danau Toba dan tiba di pinggiran danau di seberang Pulau Samosir, dan mendaki hingga tiba di kampung HINALANG-Simalungun kemudian mereka menanam Jabi-Jabi (Pohon Beringin) yang dibawa dari pangururan yang Tumbuh di HINALANG. Sekarang pohon beringin tersebut masih ada dan diakui milik bersama Marga Sitopu dengan marga lingga.

Menurut penuturan daripada leluhur, jika pohon beringin mempunyai cabang lebih lebat ke arah Utara, maka keturunan marga Sitopu lebih banyak di Utara, jika cabangnya banyak kearah selatan maka keturunan Sitopu banyak di Selatan demikian seterusnya.

Leluhur Sitopu ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) dapat dilihat tertulis di Tugu si Raja Naibaho di Pangururan dengan Tinta Emas, dan Anak dari ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) ini adalah :

Ombuni
Lingga
Ini yang dibawa dari Pangururan. Keturunan daripada Ombuni ini tetap memakai marga SITOPU yang mayoritas tingga di Simalungun, sedangkan Lingga sendiri belum jelas apakah marga lingga sekarang yang ada di Simalungun apakah keturunan dari marga lingga ini.

Kemudian ompung ( Raja pardalan dalan Ompu Ni Ombuni ) SITOPU ini merantau dari Kampung Hinalang ke huta Raya – Simalungun bersama leluhur Saragih Garingging yang pindah dari Ajinembah, inilah asal muasal mengapa disebut Marga Sitopu Setua Marga Saragih Garingging di Simalungun

Selama di perantauan ( Pematang raya ) Antara leluhur Saragih Garingging dengan leluhur Sitopu terjalin persahabatan yang erat dan merasa ingin menjadi keluarga yang lebih dekat sehingga pada suatu waktu Marga saragih mengawinkan borunya kepada leluhur Sitopu pada saat di Pematang Raya. Dan leluhur saragih garingging diangkat jadi manatu Raja Nagur serta diangkat menjadi panglima perang Raja Nagur. Hubungan akrap antara sarangih Garingging dengan Sitopu berlanjut terus hingga suatu saat setelah Saragih Garingging menjadi raja di kerajaan Raya, diangkat secara resmi keturunan Sitopu menjadi Anakboru Raja.

Sesuai dengan buku sejarah Raja Garingging yang di tulis Alm. Taralamsyah Garingging ( Cetakan tahun 1981 Hal. 10 ) Sitopu diangkat menjadi Anakboru Raja pada masa pemerintahan Tuan Raya Nengel ( 1640-1720 ). Saat penggangkatan Sitopu menjadi anak boru Raja, ada ikrar antara Saragih Garingging dengan Sitopu yang terdiri dari :

Bila mana ada marga Sitopu disekitar kampung jajahannya Saragih Garingging, haruslah Sitopu itu menjadi anakboru Jabu sekaligus menjadi anakboru Huta
Bila sang Raja di semayamkan atau di tandur di dalam kampung Sitopu, harus di semayamkan di samping gerbang huta atau kampung tersebut.
Penyerahan sebidang Tanah di Sigundaba sebagai panjaean marga Sitopu
Demikianlah acara adat tersebut dilaksanakan pada saat pemerintahan Saragih Garingging di Raya setelah kerajaan Nagur di Taklukkan Mereka, kemudian marga Sitopu berdiri dan mengacungkan tangannya dan menyuarakan / memproklamirkan peralihan kekuasaan dinegeri tersebut di pematang Raya.

Selanjutnya Marga sitopu ( Raja pardalan dala, Ompu Ni Ombuni ) dikuburkan di Sigundaba, dibawah sebatang pohon besar yang bernama “ Tabur Bintang “ . Kemudian ada kebiasaan jika Saragih Garingging memberikan sesajen di “ Pagar Paney Bosi “ Maka Sitopu juga harus memberikan Sesajen di Sigundaba ini berdasarkan cerita dari : Alm Ompung Jolom Sitopu kepada anaknya Alm St. G Karel Sitopu kemudian menceritakan kembali kepada keturunannya Alm Patiaman Sitopu pada tahun 1990 (Ini juga berdasarkan penuturan lisan Alm Ompung Tuan Lampu yang dulunya tinggal di sigundaba) Informasi yang tertulis pada tahun 2002 Op. Sahat Sitopu masih jiarah kelokasi “ Tabur Bintang “ dan di temukan pohon tersebut masih ada.

Silsilah dari Alm Op. Lottik Sitopu mempunyai mempunyai 5 orang istri :

Saragih Garingging Anaknya adalah Alm Priten Sitopu dan Sayaman Sitopu
Saragih Garingging Anaknya adalah alm Radan Sitopu
Saragih Simarmata Anaknya merantau ke Jahe Jahe daerah Sipispis dimana sampai sekarang belum ada informasi silsilah yang di pispis.
Saragih Sumbayak anaknya Timbul Sitopu. Adilman Sitopu Panitia tahun 2012
Saragih Garingging. Anaknya adalah Ralam Sitopu. Dr. Sahat Sitopu dan Ismail Sitopu


Sumber: Informasi dari Dr, Sahat Sitopu 25 okt 2012 (Int)

Posting Komentar

0 Komentar